Hidup itu hanya sekali!!!

Sabtu, 04 Desember 2010

Indonesia 11 - Thailand 4 (dalam ajang World Robotic Olympiad)

Pencinta sepak bola pasti belum lupa sewaktu Tim Garuda menghadapi Uruguay pada Oktober lalu. Bambang Pamungkas, penyerang, dan Markus Horizon, kiper, tak berdaya meladeni permainan indah semifinalis Piala Dunia 2010 itu. Indonesia pun tertunduk lesu. Skor kekalahan 1-7 dinilai memalukan. Inilah satu episode yang menambah buruk kinerja sepak bola nasional, yang lama tenggelam di kancah internasional.
Berbeda dengan sepak bola nasional, kabar gembira datang dari tim sepak bola robot. Indonesia meraih emas dalam ajang World Robotic Olympiad untuk kategori Robot Soccer di Filipina, 5-7 November 2010. Word Robotic Olympiad merupakan kompetisi robot unik tingkat internasional menggunakan Lego. "Mulai peranti keras sampai lunak, semua menggunakan produk Lego," kata Felix Winarta dari Mikrobot, Selasa pekan lalu.
Lego adalah mainan rancang ba-ngun asal Denmark. Kini Lego bukan sekadar permainan bongkahan brick yang dapat dirakit menjadi wujud apa saja. Lego sudah lebih canggih. Para penggemarnya bisa membuat mainan cerdas sesuai dengan yang diinginkan. Ini lantaran beberapa komponen Lego di pasar telah dilengkapi otak mini dan memori.
Menurut Felix, merakit Lego menjadi robot butuh kreativitas tinggi. Inilah yang dilakukan David Marzuki dan Alvianus Kurniawan, keduanya 24 tahun dan lulusan Teknik Informatika Bina Nusantara, Jakarta. Mereka membuat dua robot seukuran bola sepak. Kemampuan robot ini dinilai setara dengan penyerang Lionel Messi (Argentina) dan penjaga gawang Iker Casillas (Spanyol). "Satu robot berkemampuan mencetak gol, satu lagi menghadang bola seperti kiper," kata David.
Nah, di atas lapangan 2 x 3 meter, dua robot rakitan mereka beraksi. Mereka mengalahkan 32 peserta dari berbagai negara dengan memasukkan bola ke gawang lawan lebih dari 10 kali. Di babak final robot Indonesia bahkan menggasak tim Thailand dengan skor 11-4. Peraturan pertandingan mirip sepak bola biasa, menggunakan kaidah pembuat-an Lego. Artinya, dalam merakit robot, dilarang menggunakan lem, baut, atau selotip. Meski hanya ada empat pemain yang berlaga di lapangan (satu tim terdiri atas dua robot), permainan tetap berlangsung seru.
Tempo berkesempatan melihat kehebatan Messi dan Casillas buatan Indonesia di markas Mikrobot, Senayan- City, Jakarta. Sebuah bola khusus sebesar bola tenis diletakkan di lantai. Hanya butuh satu kedipan mata, robot yang berkemampuan menyerang otomatis menghampiri bola. Selanjutnya robot menggiring bola sembari bersiap menembak ke arah yang telah diprogramkan. Tak! Terdengar suara bola ditendang. "Kami gunakan berbagai sensor untuk mencetak gol," kata David. Mulai sensor kompas (arah), inframerah, sampai ultrasonik.
Sensor inframerah berfungsi menca-ri bola, sensor kompas untuk membaca arah. Adapun gabungan sensor ultrasonik, kompas, dan inframerah digunakan untuk mengetahui apakah bola sudah tepat ke arah gawang. Variasi kemampuan aneka sensor itulah yang membuat Messi menjebol gawang lawan berulang kali. Desain robot juga berperan penting. Bagian bawah dibuat agar robot mampu menggiring bola dengan stabil dan tidak gampang direbut lawan.
Alvianus dan David butuh satu bulan untuk membangun kedua robot. Alvianus menyatakan, membuat robot Lego tidak sesulit yang dibayangkan. Komponen untuk merakitnya tersedia di pasar. Ada Lego Education, yang telah dilengkapi NXT Software sebagai otak yang dapat diisi program robot. Perangkat ini menjadi standar dalam kompetisi World Robotic Olympiad.
Untuk mendapatkan perangkat itu, para penggemar Lego cukup membelinya Rp 4,6 juta. Ini sudah termasuk bermacam sensor. Alvianus mengingatkan, perangkat boleh saja sama, tapi jangan harap kemampuan yang didapat bisa sama. "Kemampuan robot bergantung pada kreativitas orang yang merakitnya," kata Alvianus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar